OPINI - Deal ! Anies-Khofifah. Capres-Cawapres 2024. Itulah kabar yang berseliweran di diskusi elit. Tapi, lambat laun kabarnya menghilang. Khofifah sudah sangat sulit untuk ditemui oleh tim Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).
Kenapa harus Khofifah? Karena Khofifah memenuhi 5 kriteria cawapres yang diinginkan Anies Baswedan. Bahkan 5 plus. Khofifah disepakati oleh tiga partai pengusung. Potenai peningkatan elektabilitas cukup besar. Karena Khofifah gubernur Jatim, NU dan wanita. Ini seksi secara elektoral. Punya pengalaman di DPR, menteri sosial dan gubernur. Chamestry sama Anies nyambung. Ok banget lah. Publik menilai ini pasangan ideal. Pasangan yang lebih mudah menjemput kemenangan.
Baca juga:
Emmeril Kahn Mumtadz
|
Tapi, apa boleh dikata. Khofifah malah meminta anaknya keluar dari partai Demokrat dan menghindari segala keterkaitan dengan Anies dan KPP.
Kenapa? Kenapa? Kenapa? Kenapa Khofifah sekarang terkesan takut dipasangkan dengan Anies? Publik sudah bisa menebak faktor penyebabnya.
Bagi KPP, latarbelakang ketokohan di NU menjadi prioritas untuk mendampingi Anies di pilpres 2024. Mengingat elektabilitas Anies di Jawa Timur dan Jawa Tengah masih butuh perjuangan yang lebih keras. Dengan menggandeng tokoh NU, elektabilitas Jawa Timur dan Jawa Tengah bisa didongkrak.
Bamyak tokoh NU memenuhi 5 kriteria sebagai cawapres Anies. Bicara 5 kriteria jika situasi politiknya normal. Jika tidak normal, maka butuh tambahan kriteria.
Baca juga:
Zainal Bintang: Pancasila
|
Hari ini, publik tahu ada semacam kekhawatiran akut yang kemudian menimbulkan ketegangan serius di kalangan tertentu sejak Anies dideklarasikan. Fakta ini sulit dibantah, karena info panggung belakang juga semakin kencang beredar di media dan medsos. Denny Indrayana dan sejumlah tokoh mulai bongkar-bongkar.
Hari gini, siapa yang berani jadi cawapres Anies? Ini poinnya. Percuma punya 5 kriteria jika tidak punya nyali untuk maju. Kenapa butuh nyali? Karena siapapun yang akan menjadi cawapres Anies, siap-siap dikuliti. Mulai kasus hukum hingga kasus moral. Termasuk posisi politik dan kerajaan bisnisnya bisa terancam.
Muhaimin Iskandar (Cak Imin) misalnya, masuk kriteria sebagai cawapres Anies. Tapi apakah punya keberanian? Kita tunggu jawaban Cak Imin. Airlangga, punya partai sebesar Golkar. Apakah juga punya nyali? Kita tunggu juga. Sejumlah politisi punya peluang sebagai cawapres potensial Anies. Tapi, tidak sedikit pula yang terlanjur menjadi "tahanan luar".
Di NU masih ada Mahfuz MD (Menkopolhukam), Yahya Staquf (Ketum PBNU), Zeni Wahid (Putri Gus Dur), Yaqult Qaumas (Menteri Agama) dan Taj Yasin (Mantan Wagub Jateng). Mereka masuk nominasi sebagai cawapres Anies. Selain dari NU, ada Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari Demokrat yang juga punya kriteria sebagai cawapres potensial Anies. Selain Ahmad Heriawan yang juga diusulkan PKS.
Baca juga:
Suharso Monoarfa: Saya Minta Maaf
|
Beberapa hari lalu, tim 8 di KPP memutuskan perlunya satu tambahan kriteria dalam mencari cawapres buat Anies. Satu tambahan kriteria itu adalah nyali. Gak punya nyali, tidak ada keberanian, gugur syarat sebagai cawapres Anies. Namanya juga gak berani.
Lawan Anies dan KPP ini adalah kekuatan yang sangat dahsyat dan bisa melakukan apa saja. Memiliki instrumen yang sangat kuat untuk melakukan penekanan. Belum juga logistik yang dimiliki tidak terbatas.
Tidak mudah bagi Anies dan KPP untuk mencari pasangan cawapres. Setiap nama yang muncul akan berhadapan dengan kekuatan besar itu. Agresif dan bisa melakukan segala cara untuk menjegal, sebelum bakal cawapres Anies didaftarkan.
Ada yang punya nyali dan mau daftar sebagai cawapres Anies?
Setelah Khofifah mundur dengan senyap, Anies harus kerja keras untuk mencari pengganti Khofifah, yang tidak hanya memenuhi 5 kriteria, tapi harus punya keberanian menghadapi penjegalan. Bahkan, kriteria keberanian menjadi yang paling utama dalam situasi politik yang tidak normal seperti sekarang.
Baca juga:
Kamijo Bangga Dengan Presiden Jokowi
|
Pada akhirnya, siapa yang punya nyali dan siap mendampingi Anies? Yang pasti dia adalah sosok petarung di atas rata-rata.
Semarang, 20 Juni 2023
Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa